Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan pelopor peradaban di Indonesia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya situs kerajaan tertua di Indonesia yakni Kerajaan Kutai Martadipura, lebih dikenal dengan nama kerajaan Mulawarman yang terletak di Kecamatan Muara Kaman.
Kerajaan ini diperkirakan berdiri pada abad ke-4, dengan rajanya yang terkenal Mulawarman Nala Dewa. Kekuasaan Keturunan Raja Mulawarman berlanjut hingga raja ke-25 yang bernama Maharaja Derma Setia (abad ke-13, hingga kemudian ditaklukkan oleh Kerajaan Kutai Kartanegara, penjajah Belanda masuk ke Kaltim, hingga dibentuknya provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 1 Januari 1957 sebagai pemekaran dari Provinsi Kalimantan.
Di antara banyak kerajaan yang berada di Kalimantan Timur, yang tersisa salah satunya kerajaan Sambaliung. Keraton atau Istana Sambaliung adalah salah satu bukti sejarah keberadaan Kesultanan Sambaliung di daerah Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
Bangunan keraton yang ada sekarang diperkirakan berdiri sekitar tahun 1881. Belum ditemukan keterangan yang jelas mengenai siapa pendiri keraton yang terletak di tepi Sungai Kelay ini. Sejak terakhir ditempati oleh Sultan ke-8, Muhammad Aminuddin (1902-1959), Keraton Sambaliung tidak lagi tempati oleh para keturunan dan kerabat Sultan. Kini, bangunan keraton ini telah beralih fungsi menjadi museum yang dikenal dengan Museum Keraton Sambaliung.
Sampai saat ini, bangunan Keraton Sambaliung masih berdiri kokoh menghadap ke Sungai Kelay di Kecamatan Sambaliung. Sejak dialihfungsikan menjadi Museum, Keraton Sambaliung sering dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah untuk melihat sejumlah koleksi peninggalan sejarah masa lalu.
Yang unik dari peninggalan budaya kerajaan Sambaliung adalah masyarakatnya sejak dulu sudah menghormati perempuan. Hal tersebut terlihat dari ukiran yang tertulis di tugu prasasti depan Keraton Sambaliung.
"Jangan menutup atau memotong arah jalan perempuan di tengah jalan meskipun di pandanganmu adalah seorang budak. Kalian para lelaki menepilah sedikit, jika perlu turunlah dari jalanan. Apabila ada perempuan bersama dengan ibunya yang kamu lihat turun dari rumah. (Menuju jalanan), maka laki-laki berhenti dahulu dan jangan langsung memotong arah jalannya.”
Seperti itulah penghormatan terhadap perempuan sejak dulu pada jaman kerajaan Sambaliung. Peraturan yang ditetapkan Kesultanan Sambaliung ini ternyata sempat mencuri perhatian Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP&PA), Linda Amalia Sari Gumelar, yang saat itu berkunjung ke Keraton Sambaliung dan Gunung Tabur di Kabupaten Berau beberapa waktu lalu.
“Saya tidak menyangka ternyata sudah berabad-abad lamanya di Berau, perempuan sudah dihormati. Perempuan sudah diberikan tempat mulia. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responsif gender sudah ada sejak dulu,” kata Menteri PP&PA.
Didampingi Bupati Berau Makmur HAPK dan Wakil Bupati Ahmad Rifai serta sejumlah pejabat terkait, Menteri PP & PA memperhatikan dengan seksama seluruh kalimat yang diartikan dari dua tugu yang memuat peraturan kesultanan dan hingga kini masih berdiri dengan kokoh. Linda kagum dengan peraturan yang sangat mengistimewakan kaum perempuan tersebut. Ia pun menaruh harapan yang telah ditetapkan para pendahulu itu untuk terus dipertahankan dan dilaksanakan oleh generasi saat ini.
Tidak hanya melihat tugu yang bertuliskan peraturan kesultanan yang salah satunya menghargai perempuan, Linda Gumelar juga meninjau seluruh bagian keraton. Didampingi kerabat kesultanan, Linda Gumelar memasuki seluruh ruangan untuk melihat peninggalan yang masih terawat dengan baik.
“Budaya yang sudah diterapkan oleh kerajaan ini harus terus dilestarikan dan budaya ini harus terus diperkenalkan kepada generasi saat ini,” kata Linda Gumelar lagi.
Tidak hanya mengunjungi Keraton Kesultanan Sambaliung, Menteri PP&PA juga berkunjung ke kerabat Kesultanan Gunung Tabur. Di sana Linda Gumelar disambut putri Aji Kannik Barau Sanipah. Putri Kesultanan Gunung Tabur yang masih sehat meskipun sudah diusia yang menjelang 90 tahunan. Suasana kekerabatan begitu terasa saat Linda Gumelar mengobrol santai dengan putri. Bahkan Menteri juga diajak menjenguk putri Nurul Huda yang kini hanya bisa terbaring di tempat tidur.
Dalam pertemuan itu, Linda Gumelar mengajak seluruh rombongan berdoa bersama, meminta kesehatan kepada kedua putri Kesultanan Gunung Tabur agar selalu diberi kesehatan.
Menanggapi isu perempuan yang sebenarnya sudah diterapkan sejak dahulu di kerajaan di Berau, membuat Linda agak sedikit kecewa dengan kondisi perempuan di Kaltim saat ini. Bahkan untuk keseluruhan di Indonesia. Nyatanya perempuan masih mengalami diskriminasi.
Hal tersebut bisa dilihat dari data (Survey Angkatan Kerja Nasional) Sakernas (Agustus 2012) Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa persentase perempuan yang bekerja sebesar 47,91 persen, sebagai pengangguran terbuka laki-laki sebesar 5,75 persen dan perempuan sebesar 6,77 persen.
Ini menunjukkan bahwa lebih banyak perempuan yang sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan usaha, sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja dan mereka yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (Profil Perempuan Indonesia, 2013).
Permasalahan lainnya terkait dengan masalah angkatan kerja. Masih ada kesenjangan partisipasi angkatan kerja perempuan dan angkatan kerja laki-laki di mana partisipasi masih didominasi laki-laki dibanding perempuan. Data Sakernas tahun 2012 menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur untuk perempuan sebesar 42,01 persen dan laki-laki 88,36 persen, sedangkan tingkat pengangguran terbuka perempuan 9,24 persen dan laki-laki 8,76 persen. Data ini menunjukkan masih rendahnya daya saing perempuan untuk masuk ke pasar kerja dibandingkan dengan laki-laki.
Hal ini dapat dijelaskan dengan hasil kajian Badan PP dan KB (Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana) Provinsi Kalimantan Timur (2013) tentang TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) berbasis gender di sektor pertanian, industri, pertambangan dan penggalian, jasa dan sektor perdagangan yang menunjukkan kesenjangan gender dalam ketenagakerjaan, yaitu rendahnya angkatan kerja perempuan dibandingkan laki-laki, karena tampaknya masih ada pembagian kerja antara laki-laki yang bekerja dan perempuan yang mengurus rumah tangga; dominasi ketenagakerjaan di sektor pertambangan; tingginya partisipasi perempuan pekerja keluarga yang tidak dibayar di sektor perdagangan; tingginya penyerapan perempuan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa.
Hal ini berdampak pada rendahnya pencapaian IPG (indeks pembangunan gender) provinsi. Namun besarnya penyerapan perempuan tenaga kerja di sektor pertanian dan jasa, maka Industri Rumahan berpeluang dikembangkan di provinsi Kalimantan Timur.
Namun, pencapaian kesetaraan gender di Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. Pada tahun 2011, posisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Kalimantan Timur di atas pencapaian IPM nasional yaitu 76,22 (urutan ke-4 dari 33 provinsi), namun untuk Indeks Pembangunan Gender (IPG) yaitu 61,07 atau sekitar 6 poin lebih rendah dibandingkan pencapaian IPG nasional.
Nilai IPG dilihat dari 3 sektor, yaitu: angka harapan hidup dari Kalimantan Timur, (laki-laki 69,31 tahun, perempuan 73,21 tahun); angka melek huruf (laki-laki 98,31 persen, perempuan 96,34 persen); rata-rata lama sekolah (laki-laki 9,53 tahun, perempuan 8,82 tahun); dan sumbangan pendapatan (laki-laki 79,11 persen, perempuan 20,89 persen). Sedangkan nilai Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kalimantan Timur mencapai 68,61 berada di bawah Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Nasional sebesar 69,14, karena keterlibatan perempuan di parlemen sebesar 20 persen; perempuan sebagai tenaga profesional 40,65 persen dan sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja 20,89 persen.
“Dari informasi ini, dapat kita lihat bahwa kesenjangan gender di berbagai bidang pembangunan masih terjadi di Provinsi Kalimantan Timur,” kata Linda Gumelar.
(Oleh : Vien Dimyati) Kediri Kuliner Prediksi Bola